Puasa, Introspeksi Iman dan Bangsa Yang Makmur

Di dalam Al-Qur'an, Allah SWT mengajak manusia agar senantiasa melakukan dzikir (mengingat Allah), tadzkkur (introspeksi dan mengambil pelajaran) dan tadzkiir (mengingatkan). Dengan mengaktualisasikannya seorang mukmin akan menyadari terus hakekat-hakekat keimanan yang harus dijaga. Di antara ayat yang menjadi isyarat terhadap ajakan ini adalah firman Allah SWT;
1. Tentang zdikir:
(فاذكــُــــــرُونى أذكـــُركــُــــم (البــقرة: 152
Artinya:
"Ingatlah Aku, niscaya Aku akan mengingat kalian." (QS. Al-Baqarah: 152)2. Tentang Tadzakkur:
(إنمــــا يتـَــذكــَّـــرُ أولـــو الأباب (الرعد: 19
Artinya:
"Hanya orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran." (QS. Ar-Ra'd: 19)
3. Tentang Tadzkiir
(وذَكــِّـرْ فإن الذكرى تنغع المؤمنين (الذاريات: 55
Artinya:
"Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin." (QS. Azd-Dzariyat: 55)
Dalam memenuhi tiga petunjuk Rabbani di atas, ibadah puasa memiliki peran yang sangat penting.
Ibadah puasa sudah sejatinya dilakukan oleh seorang mukmin sesuai syarat, rukun dan adab-adabnya sehingga tujuan di balik pelaksanaannya bisa dicapai dan buah keimanan yang dikandungnya bisa dipetik. Memang tidak semua orang yang berpuasa bisa merealisasikan tujuan dan hasil yang diharapkan. Yang bisa untuk itu hanyalah orang-orang yang mengamalkan petunjuk Nabi Muhammad Saw.: "Puasa itu bukan (semata-mata) menahan diri dari makan dan minum, tapi puasa itu menahan diri dari perkataan yang sia-sia dan perbuatan maksiat."
Untuk itu, beliau Saw menasehati orang yang berpuasa: "Jika seseorang mencaci atau meremehkan engkau, maka katakana padanya: Saya sedang puasa, saya sedang puasa."
Cacian merupakan sebuah contoh konkrit yang kadang menguji kesabaran seseorang. Orang yang tidak sabar menghadapi cacian akan membalasnya dengan cacian yang sama atau bahkan yang melebihi. Dan ini tidak boleh. Mencaci atau membalas cacian masuk dalam kategori perbuatan tidak terpuji yang dapat mengurangi bahkan menghilangkan pahala puasa.
Ucapan orang yang puasa "Saya sedang puasa, saya sedang puasa " merupakan bagian dari introspeksi iman (tadzkir imany). Ketika ucapan tersebut bersumber dari hati, berarti dia sedang melakukan ketaatan karena Allah SWT., mengingat-Nya dan menyadari bahwa dia sedang berada dalam pengawasan-Nya (dzikir).
Dari sini, introspeksi iman dan ingat kepada Allah SWT mengarahkan orang yang berpuasa kepada sebuah 'azam untuk tetap berbudi pekerti yang baik dan menjauhi setiap perilaku tercela (tadzakkur), sebagaimana yang diisyaratkan dalam sabda Nabi: "… puasa itu menahan diri dari perkataan yang sia-sia dan perbuatan maksiat."
Jika mencaci dan membalas cacian merupakan bagian dari perbuatan tidak terpuji, maka dalam menyikapi godaan dari semua perbuatan yang berlabel tidak terpuji lainnya – lebih-lebih maksiat dan larangan-larangan yang termaktub dalam Al-Qur'an dan sunnah – semestinya orang yang berpuasa kembali pada koridor iman dan melakukan introspeksi diri.
Dengan mengamalkan tiga ajakan Tuhan tadi, seorang pedagang yang punya peluang besar untuk melakukan kecurangan dengan cara berbohong atau mengurangi timbangan tentunya akan lebih mampu untuk mengendalikan diri. Setiap hawa nafsu mengajaknya melakukan peenipuan, hatinya mengingatkan bahwa dia sedang berpuasa dan Allah selalu mengawasi gerak-geriknya, akal pikirannya juga mempertimbangkan sebuah konsekuensi hilangnya pahala puasa dan keberkahan usaha. Di matanya, materi duniawi hanyalah perkara kecil jika dibandingkan dengan ganjaran besar yang akan diberikan Allah kepadanya nanti. Kesadaran yang disertai iman ini pun membimbing dia kepada sifat qana'ah; merasa puas dan cukup dengan rizki yang halal, dan menahan dia dari tindakan yang merugikan orang lain. Dia beruntung orang lain juga diuntungkan. Dengan demikian, usaha dagangnya ini telah mengandung nilai plus ibadah.
Lazimnya demikian juga setiap mukmin pada semua aktivitas, organisasi, perkantoran pemerintahan, dan lapangan usaha lainnya. Interaksi sosial yang bagaimana lagi yang paling efektif dalam memabangun sebuah bangsa selain interaksi simbotik yang berasakan keimanan dan ketakwaan!? Kalau saja setiap elemen bangsa mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari, insya Allah cita-cita "baldatun thayyibah wa Rabbun Ghafuur"; (Negara makmur dan diridoi Tuhan) akan bisa terwujudkan.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ.... (الأعراف: 96)
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…" (Al-A'raf: 96)
(Wallahu a'lam)
Selengkapnya...

Taushiyah Ramadhan ; Puasa Sebagai Tarbiyah Rabbaniyah

Kewajiban puasa di bulan Ramadhan merupakan salah satu bentuk tarbiyah (pendidikan) dari Allah SWT. bagi hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka menjadi manusia yang bertaqwa sebagaimana yang disebutkan di dalam QS. Al-Baqarah ayat 183: "…agar kalian bertaqwa."

Diantara bentuk-bentuk tarbiyah pada bulan ini; pada saat berpuasa kesabaran, kejujuran keikhlasan dan kesungguhan manusia diuji dalam memenuhi perintah Allah SWT. Puasa menuntut kesabaran; sabar menahan emosi, lapar dan dan dahaga, menjaga diri dari segala perkataan dan perbuatan yang merusak puasanya. Tanpa itu seseorang tidak akan bisa melakukan puasa dari waktu fajar sampai matahari tenggelam di ufuk barat,

Puasa melatih kejujuran. Dalam berpuasa, hanya Allah SWT dan diri sendiri yang tahu persis apakah dia masih puasa atau tidak. Orang yang makan di tempat yang sunyi bisa saja mengaku puasa di depan orang lain, dan mereka tidak tahu yang sebenarnya, namun Allah SWT dan dirinya sendiri tidak bisa dibohongi. Allah SWT Mahamelihat dan Mahamengetahui. Karena itu, yang bisa melakukan puasa hanyalah orang-orang yang ikhlas, sungguh-sungguh karena Allah SWT dan merasakan kehadiran-Nya. Dan hanya orang-orang yang jauh dari sifat riya' jugalah yang melakukannya. Itulah sebabnya ganjaran puasa itu sangat besar. Dan inilah yang diisyaratkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا

"Dia (hamba) meninggalkan makanan, minuman dan syahwatnya karena Aku. Puasa itu untuk-Ku, Aku-lah yang akan membalasnya. Dan kebaikan itu sepuluh kali lipat."
Dalam hadits lain Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. رواه البخارى ومسلم

"Siapa yang puasa pada bulan Ramadhan karena iman dan harapan (pahala), niscaya diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Muslim).
Jika pun ada orang yang berpuasa dengan riya', itu merupakan sebuah kebodohan; sudah tidak dapat pahala, lapar lagi! Sementara pujian yang diperoleh dari orang lain tidak juga pernah 'mengenyangkan'.

Di sisi lain ganjaran yang besar dari Allah SWT memotivasi mereka untuk beramal ibadah, saling memperhatikan dan menebar kebaikan terhadap sesama manusia.
Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. رواه مسلم

"Barang siapa yang mendirikan bulan Ramadhan (dengan ibadah) karena iman dan harapan (pahala), niscaya diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Muslim).

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا. رواه ابن ماجه

"Barang siapa memberi makanan berbuka bagi orang yang puasa, baginya sebesar pahala mereka (yang diberi bukaan) tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala mereka." (HR. Ibnu Majah).

Dalam sebuah riwayat disebutkan: Suatu ketika sahabat Anas bertanya kepada Rasulullah Saw: ''Ya Rasulullah, kapankah sedekah paling baik dilakukan?'' Rasul menjawab: ''Sedekah yang paling baik adalah sedekah di bulan Ramadhan.'' (HR Tirmidzi).

Ibnu Abbas ra. Juga meriwayatkan: Rasulullah Saw sangat dermawan terlebih saat bulan Ramadhan, kedermawanan beliau ibarat angin yang berhembus.

Namun demikian, walau setiap amal baik dijanjikan pahala yang sangat besar, amal tersebut tidak akan bisa terlaksana dengan baik tanpa adanya kesabaran dan keikhlasan. Sabar dan ikhlas inilah yang menjadi modal utama setelah iman untuk mencapai tingkat taqwa.

Kenapa taqwa yang menjadi target? Sebab dalam taqwa ada loyalitas kepada Tuhan. Loyalitas inilah yang akan membawa manusia kepada kebahagiaan yang sesungguhnya. Wallahu a'lam.
Selengkapnya...