Kaisar Heraclius mencium kabar seorang pria tanah Hijaz yang mengaku sebagai Rasul utusan Tuhan semesta alam. Kabar tersebut menyimpan rasa penasaran di dalam hatinya. Dia mengirim utusan untuk mengundang sekelompok kafilah Arab yang sedang berdagang di Syam, daerah kekuasaannya. Kebetulan saja kafilah tersebut adalah penentang keras ajaran Rasul ini, yang salah satunya adalah Abu Sufyan bin Harb.
Sang Kaisar mempersilahkan mereka masuk ke dalam sebuah majelis yang dihadiri oleh pembesar-pembesar Romawi. Seorang penerjemah siap menghubungkan komunikasi mereka.
"Siapa di antara kalian yang nasabnya paling dekat dengan pria yang mengaku nabi itu?" tanya Heraclius.
"Saya yang nasabnya paling dekat," jawab Abu Sufyan.
Heraclius menyuruhnya beserta kafilah lain untuk mendekat dan menjadikanya di posisi paling depan.
"Saya akan bertanya tentang nabi tersebut kepada orang ini, kalau dia berbohong, kalian harus mengatakannya," kata Heraclius kepada kafilah tersebut.
Heraclius pun memulai pertanyaannya, "Bagaimana nasab pria tersebut di antara kalian?"
"Dia orang yang punya nasab," jawab Abu Sufyan.
"Apakah di antara kalian ada orang yang berkata seperti ini sebelumnya?"
"Tidak"
"Apakah di antara kakeknya ada yang menjadi raja?"
"Tidak"
"Para pengikutnya dari kalangan bangsawan atau kaum lemah?"
"Justru kaum lemah"
"Apakah mereka bertambah atau berkurang?"
"Bahkan mereka bertambah."
"Ada yang murtad karena rasa benci setelah memeluk agamanya?"
"Tidak"
"Pernahkah kalian menuduhnya berbohong sebelum dia mengaku nabi?"
"Tidak"
"Dia pernah melanggar janji?"
"Tidak. Dan kami sedang dalam perjanjian dengannya. Kami tidak tahu apa yang akan dia lakukan"
"Apakah kalian memeranginya?"
"Ya"
"Bagaimana perang kalian?"
"Berimbang. Dia (mampu) memukul mundur kami, dan kami juga"
"Dia menyuruh apa pada kalian?"
"Menyembahlah hanya kepada Allah, jangan berbuat syirik pada-Nya sedikit pun, tinggalkan apa yang dikatakan oleh para orangtua kalian. Dia juga menyuruh kami untuk shalat, berzakat, jujur, menghindari yang tidak baik dan menjaga hubungan kerabat."
Semua pertanyaan telah disampaikan dan dijawab. Namun Kaisar Heraclius tidak membiarkan tamu-tamunya pergi dengan membawa rasa penasaran. Dia pun menjelaskan maksud semua pertanyaannya satu persatu.
"Tadi saya bertanya tentang nasabnya. Lalu engkau menyebutkan bahwa dia memiliki nasab. Begitu juga halnya para Rasul, mereka diutus di tengah nasab kaumnya.
Saya bertanya: Apakah di antara kalian ada orang yang berkata seperti ini? Kau jawab: tidak ada. Andaikan ada, saya akan mengatakan: Dia seorang pria yang meniru ucapan orang sebelumnya.
Kau menjelaskan juga dia bukan dari keturunan raja. Andaikata ya, saya akan mengatakan: dia ingin mengembalikan kerajaan ayahnya.
Pertanyaan saya: Pernahkah kalian menuduhnya berbohong sebelum dia mengaku nabi? Jawabanmu: tidak. Saya tahu (kata Heraclius), kalau dia berbohong kepada manusia dia akan berbohong kepada Allah.
Saya bertanya tentang para pengikutnya, apakah dari kalangan bangsawan atau kaum lemah? Kau mengatakan dari kaum lemah. Memang, mereka adalah pengikut para Rasul.
Engkau katakan mereka bertambah. Bagitulah masalah iman hingga sempurna.
Engkau menyebutkan mereka tidak ada yang murtad. Begitulah iman di saat cahayanya menyentuh hati.
Saya bertanya: apakah dia pernah melanggar janji? Engkau jawab tidak. Rasul memang tidak melanggar janji.
Saya juga menanyakan apa yang dia suruh. Engkau menjelaskan dia menyuruh agar kalian hanya menyembah kepada Allah, jangan berbuat syirik pada-Nya sedikit pun, dia melarang kalian menyembah berhala, Dia juga menyuruh kalian untuk shalat, jujur, dan menghindari yang tidak baik.
Kalau yang kau katakan ini benar, – kata Heraclius – maka dia akan menguasai tempat saya berpijak ini. Dan saya yakin, dia pasti akan keluar. Saya tidak mengira ternyata dia berasal dari kalian. Andai saya sampai padanya, saya akan sibuk menemuinya. Dan seandainya saya ada di sampingnya, saya akan mencuci telapak kakinya."
Usai menjelaskan semuanya, Heraclius lalu membacakan sebuah surat nabi Muhammad Saw:
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dari Muhammad hamba Allah dan rasul utusan-Nya, kepada Heraclius pembesar Romawi.
Damai sejahtera bagi yang mengikuti petunjuk. 'Amma ba'du': Saya mengajak Anda kepada panggilan Islam. Islamlah niscaya engkau akan selamat, Allah memberi ganjaran pahalamu dua kali lipat. Namun jika engkau berpaling, maka engkau akan menanggung dosa rakyat. [Wahai ahli kitab, marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kalian, bahwa kita tidak menyembah selain Allah, tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan kita tidak menjadikan satu sama lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), "Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang muslim]."
*Kisah ini terdapat di kitab Shahih Bukhari, vol. 7.
Sang Kaisar mempersilahkan mereka masuk ke dalam sebuah majelis yang dihadiri oleh pembesar-pembesar Romawi. Seorang penerjemah siap menghubungkan komunikasi mereka.
"Siapa di antara kalian yang nasabnya paling dekat dengan pria yang mengaku nabi itu?" tanya Heraclius.
"Saya yang nasabnya paling dekat," jawab Abu Sufyan.
Heraclius menyuruhnya beserta kafilah lain untuk mendekat dan menjadikanya di posisi paling depan.
"Saya akan bertanya tentang nabi tersebut kepada orang ini, kalau dia berbohong, kalian harus mengatakannya," kata Heraclius kepada kafilah tersebut.
Heraclius pun memulai pertanyaannya, "Bagaimana nasab pria tersebut di antara kalian?"
"Dia orang yang punya nasab," jawab Abu Sufyan.
"Apakah di antara kalian ada orang yang berkata seperti ini sebelumnya?"
"Tidak"
"Apakah di antara kakeknya ada yang menjadi raja?"
"Tidak"
"Para pengikutnya dari kalangan bangsawan atau kaum lemah?"
"Justru kaum lemah"
"Apakah mereka bertambah atau berkurang?"
"Bahkan mereka bertambah."
"Ada yang murtad karena rasa benci setelah memeluk agamanya?"
"Tidak"
"Pernahkah kalian menuduhnya berbohong sebelum dia mengaku nabi?"
"Tidak"
"Dia pernah melanggar janji?"
"Tidak. Dan kami sedang dalam perjanjian dengannya. Kami tidak tahu apa yang akan dia lakukan"
"Apakah kalian memeranginya?"
"Ya"
"Bagaimana perang kalian?"
"Berimbang. Dia (mampu) memukul mundur kami, dan kami juga"
"Dia menyuruh apa pada kalian?"
"Menyembahlah hanya kepada Allah, jangan berbuat syirik pada-Nya sedikit pun, tinggalkan apa yang dikatakan oleh para orangtua kalian. Dia juga menyuruh kami untuk shalat, berzakat, jujur, menghindari yang tidak baik dan menjaga hubungan kerabat."
Semua pertanyaan telah disampaikan dan dijawab. Namun Kaisar Heraclius tidak membiarkan tamu-tamunya pergi dengan membawa rasa penasaran. Dia pun menjelaskan maksud semua pertanyaannya satu persatu.
"Tadi saya bertanya tentang nasabnya. Lalu engkau menyebutkan bahwa dia memiliki nasab. Begitu juga halnya para Rasul, mereka diutus di tengah nasab kaumnya.
Saya bertanya: Apakah di antara kalian ada orang yang berkata seperti ini? Kau jawab: tidak ada. Andaikan ada, saya akan mengatakan: Dia seorang pria yang meniru ucapan orang sebelumnya.
Kau menjelaskan juga dia bukan dari keturunan raja. Andaikata ya, saya akan mengatakan: dia ingin mengembalikan kerajaan ayahnya.
Pertanyaan saya: Pernahkah kalian menuduhnya berbohong sebelum dia mengaku nabi? Jawabanmu: tidak. Saya tahu (kata Heraclius), kalau dia berbohong kepada manusia dia akan berbohong kepada Allah.
Saya bertanya tentang para pengikutnya, apakah dari kalangan bangsawan atau kaum lemah? Kau mengatakan dari kaum lemah. Memang, mereka adalah pengikut para Rasul.
Engkau katakan mereka bertambah. Bagitulah masalah iman hingga sempurna.
Engkau menyebutkan mereka tidak ada yang murtad. Begitulah iman di saat cahayanya menyentuh hati.
Saya bertanya: apakah dia pernah melanggar janji? Engkau jawab tidak. Rasul memang tidak melanggar janji.
Saya juga menanyakan apa yang dia suruh. Engkau menjelaskan dia menyuruh agar kalian hanya menyembah kepada Allah, jangan berbuat syirik pada-Nya sedikit pun, dia melarang kalian menyembah berhala, Dia juga menyuruh kalian untuk shalat, jujur, dan menghindari yang tidak baik.
Kalau yang kau katakan ini benar, – kata Heraclius – maka dia akan menguasai tempat saya berpijak ini. Dan saya yakin, dia pasti akan keluar. Saya tidak mengira ternyata dia berasal dari kalian. Andai saya sampai padanya, saya akan sibuk menemuinya. Dan seandainya saya ada di sampingnya, saya akan mencuci telapak kakinya."
Usai menjelaskan semuanya, Heraclius lalu membacakan sebuah surat nabi Muhammad Saw:
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dari Muhammad hamba Allah dan rasul utusan-Nya, kepada Heraclius pembesar Romawi.
Damai sejahtera bagi yang mengikuti petunjuk. 'Amma ba'du': Saya mengajak Anda kepada panggilan Islam. Islamlah niscaya engkau akan selamat, Allah memberi ganjaran pahalamu dua kali lipat. Namun jika engkau berpaling, maka engkau akan menanggung dosa rakyat. [Wahai ahli kitab, marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kalian, bahwa kita tidak menyembah selain Allah, tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan kita tidak menjadikan satu sama lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), "Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang muslim]."
*Kisah ini terdapat di kitab Shahih Bukhari, vol. 7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komen2nya yg damai2 aja ya Sist & Bro! Thanks.