Apakah Islam Mengajarkan untuk Mendiskriminasi Agama Lain?

Sebahagian orang non-muslim beranggapan bahwa ajaran Islam dalam kehidupan sosial bersifat diskriminatif terhadap orang-orang non-muslim. Munculnya anggapan ini kadang tidak terlepas dari tindakan ekstrim yang dilakukan oleh beberapa oknum muslim di beberapa tempat. Untuk menilai ajaran Islam bersifat diskriminatif atau tidak, tentu tidak cukup dengan hanya melihat prilaku ummatnya, namun harus dengan menelaah ajarannya. Jika ternyata antara prilaku dan ajaran ada kontradiksi, berarti yang salah bukanlah ajarannya, melainkan orangnya.

Kalau kita kembali kepada sejarah Rasulullah Muhammad Saw, bisa dikatakan tidak ditemukan tindak diskriminatif atas nama ajaran agama Islam terhadap pemeluk agama lain। Justru riwayat-riwayat shahih menunjukkan bahwa ummat Yahudi dan Nasrani dihormati di dalam masyarakat madani yang dibina oleh Nabi Muhammad Saw.; mereka diberikan kebebasan beribadah sesuai ajarannya dan menikmati hidup layaknya masyarakat muslim lainnya. Bahkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Sayyidah Aisyah tentang penggadaian baju perang Nabi Muhammad Saw kepada seorang Yahudi Madinah di akhir hidup hingga wafatnya menjadi salah satu bukti kuat bahwa beliau juga melakukan interaksi yang baik dengan mereka. Ini merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari firman Allah SWT:

"Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian dalam masalah agama dan juga tidak mengeluarkan kalian dari tanah air kalian. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil" (Al-Mumtahanah: 28).

Hadits dan ayat di atas jelas sekali menunjukkan bahwa anggapan ajaran Islam itu bersifat diskriminatif terhadap pemeluk agama lain adalah keliru. Kekeliruan ini tentu saja akan semakin kontras bila kita melihat dengan seksama hak-hak yang diberikan oleh Islam terhadap orang-orang non-muslim di tengah-tengah komunitas ummat Islam. Karena itu, disini saya akan mencoba menguraikannya beserta dalil yang berkaitan, di antaranya:

1. Mereka tidak dipaksa untuk memeluk agama Islam
Firman Allah SWT:

لاَ إِكْراهَ فىِ الدِّيْن قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَىِّ. سورة البقرة, آية 256

"Tidak ada paksaan dalam (memasuki) agama Islam, sungguh telah jelas antara petunjuk dan kesesatan" (QS. Al-Baqarah: 256).
Imam Ibnu Jarir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan seorang sahabat yang bernama Hushain, yang mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani (Kristen). Dia bertanya kepada Nabi Muhammad Saw: "Apakah saya harus memaksa mereka (masuk Islam)? Mereka hanya mengiginkan agama Nasrani." Lalu turunlah ayat tersebut.

Karena itu, kalau kita melihat lembaran sejarah perkembangan Islam di masa Nabi Muhammad Saw dan khulafaurrasyidin sesudahnya, kita tidak akan menemukan adanya bukti pemaksaan seseorang untuk memeluk agama Islam. Seandainya itu ada, tentu saja riwayat penggadaian baju perang nabi Muhammad Saw di akhir hayatnya tidak akan pernah terjadi dalam kehidupan nyata, sebagaimana tidak akan ada juga kisah seorang Yahudi buta yang setiap hari diberi makan dan disuapi oleh Nabi Muhammad di pojok pasar Madinah hingga menjelang hari wafatnya.

Barangkali terdetik sebuah pertanyaan, "lalu mengapa ada ayat perintah perang?" Pemahaman yang baik dan benar terhadap Al-Qur'an menjelaskan bahwa ummat Islam tidak diperintahkan berperang kecuali terhadap kelompok yang memeranginya, dan kenyataannya dalam sejarah nabi Muhammad Saw. memang demikian.

2. Kebebasan menjalankan agama mereka

صالح رسول الله صلى الله عليه وسلم أهل نجران... على أن لا تهدم لهم بيعة ولا يخرج لهم قس ولا يفتنوا عن دينهم. رواه أبو داود

"Rasulullah Saw. melakukan perdamaian dengan penduduk Najran… rumah ibadah mereka tidak boleh dihancurkan, pemimpin agama mereka tidak diusir dan tidak dibujuk untuk meninggalkan agamanya." (HR. Abu Daud).

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, seorang ulama madzhab Hanbali menyebutkan: "Para ulama mengatakan bahwa Apabila seorang isteri yang non-muslimah ingin memasukkan tanda salib ke rumahnya, maka suaminya tidak boleh melarangnya…." (lihat kitab Ahkamudzdzimmah karangan Ibnul Qayyim).

3. Berbaur dan berinteraksi sosial dengan masyarakat muslim
Termasuk di dalamnya dalam hal sedekah, jual beli, tempat tinggal, mengunjungi yang sakit, menghadiri jenazah dan sebagainya.

Anas ra. berkata: "Ada seorang anak muda Yahudi yang menjadi pembantu Nabi Muhammad Saw. Lalu (suatu saat) dia sakit. Nabi Muhammad Saw. pun menjenguknya dan duduk di samping kepalanya. Beliau bersabda: 'Islamlah'. Anak muda itu menoleh ke ayahnya, si ayah berkata: 'Turutilah Abul Qasim (Nabi Muhammad Saw).' Dia pun masuk Islam. Lalu beliau keluar sambil berucap: 'Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari api neraka'" (HR. Bukhari).

4. Jiwa, harta dan harga diri mereka dihormati

من قتل معاهدا لم يرح رائحة الجنة وإن ريحها توجد من مسيرة أربعين عاما. صحيح البخارى.

"Barang siapa yang membunuh seorang mu'ahid (orang non-muslim yang mempunyai perjanjian damai dengan Islam), dia tidak mencium bau surga. Dan sesungguhnya baunya bisa tercium dari jarak 40 tahun perjalanan" (HR. Bukhari).

Abul A'la Al-Maududi mengatakan: "Ahludzdzimmah (non-muslim yang berada di bawah pemerintahan Islam) tetap memiliki tanah mereka dan diwariskan kepada pewarisnya. Adalah hak mereka untuk mengelolanya; menjual, memberikan dan menggadaikannya…" (Huquq Ahli adz-Dzimmah fi ad-Daulah al-Islamiyah).

Imam Malik pernah ditanya tentang menggibah (menyebut-nyebut aib) orang Nasrani. Beliau balik bertanya: Bukankah dia juga manusia? Jawab penanya: Ya. Beliau berkata: Sesungguhnya Allah berfirman: "…dan katakanlah kepada manusia yang baik-baik."

5. Menikmati fasilitas-fasilitas umum dan pemerintahan
Ini bisa dikiyaskan pada hak yang diberikan oleh Baitul Mal (gudang pemerintah) kepada mereka.

Disebutkan di dalam riwayat Abu Sufyan bahwa suatu saat khalifah Umar bin Khattab bertemu dengan seorang pengemis tua Yahudi. Setelah memberinya sesuatu, dia berkata kepada petugas Baitul Mal: Lihat orang ini dan pajak yang dia berikan. Demi Allah, kita sudah tidak adil kepadanya; kita memanfaatkan masa mudanya tetapi kita menelantarkannya di masa tua."

Pada masa Khalid bin Walid, orang-orang dhuafa' non muslim juga ditanggung oleh Baitul Mal Islam.

6. Dialog keagamaan dengan mereka harus dengan cara yang baik

ولا تُجادِلُوا أهلَ الْكِتابِ إلاّ بِالـَّتِى هِىَ أَحْسن إلاّ الذين ظَلمُوا مِنهم وقولوا آمنا بالذى أُنزلَ إلينا وأنزل إليكم وإلهنا وإلهكم واحد ونحن له مسلمون. العنكبوت, آية 46.

"Dan janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab kecuali dengan cara yang paling baik, kecuali orang-orang yang aniaya di antara mereka. Dan katakanlah: kami beriman kepada yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada kalian, Tuhan kami dan Tuhan kalian hanyalah satu, dan kami berserah diri kepada-Nya." (QS. Al-'Ankabut: 46).

7. Orang yang tidak memerangi Islam di antara mereka tidak boleh diperangi.
Firman Allah SWT:

"Dan perangilah di jalan Allah orang-oran yang memerangi kalian dan janganlah melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas" (QS. Al-Baqarah: 190).

Sekilas ayat ini memang perintah perang, tetapi jangan lupa bahwa perang disini hanya kepada orang-orang yang memerangi Islam. Adapun mereka yang tidak memerangi, Islam jelas-jelas melarang memerangi mereka.

Inilah di antara nasehat yang sering Rasulullah sampaikan kepada pasukannya: jangan membunuh orang-orang lemah, anak-anak, wanita, orang tua dan kaum lemah lainnya. Buku-buku Fiqih Islam sebagai penafsir Al-Qur'an dan Hadist juga menyebutkan tidak bolehnya membunuh orang-orang yang menjauhi medan perang dan tidak terlibat di dalamnya.

8. Dan lain sebagainya.

Dari uraian singkat tersebut, jelas sekali bahwa Islam adalah agama yang cinta damai. Hanya saja kadang kita temui di antara ummatnya orang-orang yang tidak paham betul tentang ajaran Islam. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Wallahu a'lam…
Selengkapnya...