Nabi Ibrahim hidup di tengah kaum penyembah berhala. Bahkan ayahnya sendiri, Azar, adalah pemahat berhala. Namun nabi Ibrahim berbeda dengan orang-orang di lingkungannya. Ia tidak menyembah makhluk, sebab itu merupakan bentuk kekufuran terhadap Sang Khaliq (Pencipta).
Nabi Ibrahim tidak ‘berbasa-basi’ dengan kekufuran, ia dengan tegas menolaknya, baik terhadap kaumnya bahkan sekali pun terhadap ayahnya.
Di dalam QS Al Mumtahanah ayat 4 disebutkan bahwa nabi Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya merupakan contoh yang baik bagi orang-orang beriman, terutama dalam konteks penolakan terhadap kekufuran.
"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka: 'Sesungguhnya kami berlepas diri daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) kalian, dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja..." (QS. Al Mumtahanah: 4)
Namun ada satu ucapan nabi Ibrahim yang tidak boleh dijadikan pembenaran untuk mendoakan orang musyrik sekalipun itu ayah kandung , yaitu ucapannya kepada ayahnya:
“Saya akan memohonkan ampun untukmu”.
Sebab ucapan ini sendiri masih berupa janji kepada ayahnya yang musyrik, namun ternyata ayahnya tetap mempertahankan kemusyrikan hingga meninggal dunia. Oleh karena itu beliau pun berlepas dari.
Alasan larangan larangan mendoakan orang musyrik ditegaskan dalam ayat lain:
Nabi Ibrahim tidak ‘berbasa-basi’ dengan kekufuran, ia dengan tegas menolaknya, baik terhadap kaumnya bahkan sekali pun terhadap ayahnya.
Di dalam QS Al Mumtahanah ayat 4 disebutkan bahwa nabi Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya merupakan contoh yang baik bagi orang-orang beriman, terutama dalam konteks penolakan terhadap kekufuran.
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ
مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن
دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ
أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ .... (سورة الممتحنة: 4)
Namun ada satu ucapan nabi Ibrahim yang tidak boleh dijadikan pembenaran untuk mendoakan orang musyrik sekalipun itu ayah kandung , yaitu ucapannya kepada ayahnya:
لَأسْتَغْفِرَنَّ لَكَ (سورة الممتحنة: 4)
“Saya akan memohonkan ampun untukmu”.
Sebab ucapan ini sendiri masih berupa janji kepada ayahnya yang musyrik, namun ternyata ayahnya tetap mempertahankan kemusyrikan hingga meninggal dunia. Oleh karena itu beliau pun berlepas dari.
Alasan larangan larangan mendoakan orang musyrik ditegaskan dalam ayat lain:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ
مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang berimanmemintakan
ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walau pun mereka (yang musyrik)
itu kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya mereka (yang musyrik)
itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (QS. Atawbah: 113).
______________________
- Kajian Tafsir Sabtu Subuh, Mesjid Al Magfiroh Perumahan
Vila Mutiara Serpong, Tangerang,
- Rujukan : Tafsir Al Wasith karya alm. Syekh Muhammad
Sayyid Thanthawi (Grand Syekh Al Azhar Mesir)dan Tafsir Ibnu Katsir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komen2nya yg damai2 aja ya Sist & Bro! Thanks.